Diabetes Melitus Tipe II
Why Must Know...???
Price dan Wilson (2005) mengungkapkan bahwa karbohidrat merupakan sumber utama energi. Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk termasuk gula-gula sederhana atau monosakarida dan unit-unit kimia yang kompleks seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan akan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorpsi. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat.
Peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung terus-menerus dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah adanya defisiensi insulin relatif. Peningkatan kadar glukosa yang terus-menerus karena adanya resistensi insulin menimbulkan suatu gangguan berupa diabetes melitus tipe II. Orang yang mengalami diabetes melitus tipe II mengalami gangguan dalam absorpsi glukosa terutama dari bahan-bahan sumber karbohidrat dan adanya sindrom metabolik karena sebagian besar penyandangnya juga mengalami obesitas (Price dan Wilson (2005).
American Diabetes Association [ADA] (2000) mengutarakan bahwa diabetes melitus tipe II merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian. Penyakit ini merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat dan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Prevalensi diaetes melitus tipe II meningkat drastis pada dekade terakhir.
Menurut ADA (2000) gangguan pada absorpsi glukosa seperti diabetes melitus tipe II menjadi masalah yang serius mengingat pentingnya karbohidrat sebagai sumber utama energi. Apabila tidak ditangani sejak dini, penyakit ini akan menimbulkan komplikasi penyakit lain. Hal tersebut dapat berdampak negatif pada finansial maupun perekonomian. Oleh karena itu, masalah diabetes melitus tipe II penting untuk dibahas secara mendalam. Perlu penanganan yang serius baik dari segi klinis maupun gizi untuk diabetes melitus tipe II.
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membahas beberapa hal terkait diabetes melitus tipe II yang meliputi:
1. Mengetahui definisi diabetes melitus tipe II
2. Mempelajari tanda atau gejala diabetes melitus tipe II
3. Mempelajari patofisiologi diabetes melitus tipe II
4. Mempelajari penanganan dari segi medis dan gizi untuk penyandang diabetes melitus tipe II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Diabetes melitus tipe II merupakan serangkaian gangguan yang ditandai dengan defisiensi insulin relatif. Pada sebagian besar kasus diabetes melitus tipe II terjadi kombinasi resisten insulin dan kerusakan sel β pankreas. Tingkat insulin yang dihasilkan kemungkinan normal atau menurun, tetapi terjadi penurunan sensitivitas jaringan dalam merespon insulin (ADA 2000).
ADA (2000) berpendapat bahwa ada beberapa faktor resiko timbulnya diabetes melitus tipe II. Salah satunya adalah genetik atau riwayat penyakit tersebut pada keluarga. Jika orang tua menyandang diabetes tipe II, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1 dan sekitar 90% membawa (carrier) diabetes melitus tipe II. Faktor resiko lain timbulnya diabetes melitus tipe II adalah usia tua, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.
Tanda atau Gejala
Bergman et al (2000) berpendapat bahwa penemuan klinis yang terjadi pada diabetes melitus tipe II adalah pola sekresi dan kinerja insulin yang abnormal, penurunan uptake seluler glukosa, dan peningkatan kadar glukosa postpandrial. Selain itu juga terjadi peningkatan pelepasan glukosa oleh hati (glukoneogenesis) di pagi hari.
Diagnosis klinis adanya diabetes tipe II dibuat berdasarkan pemeriksaan di laboratorium. Penyandang penyakit ini mengalami hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal). Hiperglikemia terjadi jika kadar glukosa darah puasa lebih besar dari 110 mg/dl dan kadar glukosa postpandrialnya lebih besar dari 200 mg/dl (Bergman et al 2000).
Menurut Price dan Wilson (2005) adanya diabetes melitus tipe II juga ditandai dengan timbulnya glukosuria jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang kemampuan ginjal untuk glukosa. Hal tersebut menyebabkan peningkatan pengeluaran urin (poliuria). Oleh karena itu, akan timbul rasa haus yang berlebihan (polidipsi). Glukosa hilang bersama urin sehingga penyandang penyakit ini mengalami keseimbangan kalori negatif kemudian terjadi penurunan berat badan. Penyandang diabetes melitus akan sering merasa lelah dan mengantuk. Rasa lapar yang berlebihan (polifagia) juga akan timbul karena kehilangan kalori.
Pengobatan
Menurut Rosenstock et al (2005) pada beberapa penyandang diabetes melitus tipe II membutuhkan injeksi insulin untuk mengembalikan kadar glukosa darah mendekati normal. Ada tiga karakteristik insulin, yaitu: insulin masa kerja pendek, masa kerja sedang, dan masa kerja panjang. Insulin masa kerja pendek mencapai jam kerja maksimal dalam waktu beberapa menit hingga enam jam. Insulin yang masa kerjanya antara enam hingga delapan jam adalah insulin masa kerja sedang. Sementara itu, insulin masa kerja panjang mencapai kadar puncaknya dalam waktu 14-20 jam. Orang dengan diabetes melitus tipe II lebih cocok diberikan insulin masa kerja panjang. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 0,5-1,2 unit/kg BB.
Buse et al (2002) mengemukakan bahwa pengobatan lain yang dilakukan dengan cara penyuntikan adalah pemberian incretin mimetics berupa exenatide (byetta) dan amylinomimietic berupa pramlinitide (synilin). Exenatide diberikan 5-10 mcg dua kali sehari setelah sarapan dan makan siang. Sementara itu, pramlinitide diberikan 60-120 mcg per hari sebelum makan jika tidak ada gejala nausea.
Selain itu juga diberikan agen hipoglikemik oral. Pilihan agen yang dapat diberikan adalah glipzide, repaglinide, metformin extended release, pioglitazone, dan acarbose. Glipzide dapat diberikan 2,5-20 mg per hari sedangkan repagnilide diberikan 0,5-4 mg per hari sebelum makan. Dosis yang dianjurkan untuk metformin extended release adalah 500-850 mg satu kali sehari, 15-45 mg per hari untuk piolitazone, dan 25-100 mg tiga kali sehari untuk acarbose (Inzuchi 2002).
Penanganan Diet
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dari segi gizi untuk penanganan diabetes melitus tipe II. Hal-hal yang harus diperhatikan tersebut adalah mengenai asupan karbohidrat, serat, protein, lemak, dan zat gizi mikro (ADA 2000).
Masih menurut ADA (2000) meskipun diet rendah karbohidrat sebagian besar menurunkan kadar glukosa postpandrial, tetapi diet tersebut tidak dianjurkan untuk penyandang diabetes melitus tipe II. Hal ini berkaitan dengan kejadian kehilangan berat badan pada penyandang diabetes melitus tipe II. Karbohidrat yang diberikan diutamakan yang memiliki indeks glikemik yang rendah. Indeks glikemik merupakan tingkatan pangan dalam menaikkan kadar glukosa darah. Makanan yang mengandung karbohidrat yang berasal dari whole grains, buah-buahan, dan susu rendah lemak merupakan terapi diet yang dianjurkan untuk diabetes melitus tipe II.
Asupan serat juga penting diperhatikan. Asupan serat dalam jumlah besar (> 50 g perhari) akan memberikan efek positif pada penyandang diabetes melitus tipe II. Serat merupakan zat nongizi yang dapat menurunkan indeks glikemik makanan (Peters dan Davidson 1993).
Di sisi lain, Peters dan Davidson (1993) mengutarakan bahwa pencernaan protein tidak meningkatkan kadar glukosa plasma. Pada penyandang diabetes melitus tipe II yang masih berkemampuan menghasilkan insulin, pencernaan protein hanya berpotensi untuk menstimulasi sekresi insulin. Oleh karena itu, asupan protein yang dianjurkan adalah normal 10-15% dari kebutuhan energi total.
Masih menurut Peters dan Davidson (1993) merekomendasikan asupan lemak total harian untuk penyandang diabetes melitus tipe II adalah 25-35% dari total energi. Asupan asam lemak jenuh kurang dari 7% dan asupan lemak trans harus diminimalisasi ataupun ditiadakan.
Diabetes melitus tipe II dapat terjadi karena adanya peningkatan stress oksidatif. Oleh karena itu, asupan vitamin antioksidan harus diperhatikan oleh penyandang diabetes melitus tipe II. Asupan vitamin dan mineral harus cukup. Apabila asupan dari makanan cukup, suplemen vitamin dan mineral tidak diperlukan. Orang dengan gangguan diabetes melitus tipe II tanpa hipertensi diperbolehkan mengonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur seperti orang sehat. Namun, apabila mengalami hipertensi, asupan garam harus dikurangi berdasarkan tingkat hipertensinya (ADA 2000).
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association [ADA]. 2000. Type 2 Diabetes in Children and Adolescent (consensus Statement), Diabetes Care 23: 381.
Bergman et al. 2000. Free Fatty Acids and Pathogenesis of Type 2 Diabetes Melitus, Trends Endocrinal Metabol 11:351.
Buse JB et al. 2002. Amylin Replacement with Pramlintide in Type 1 and Type 2 Diabetes, Diabetes Care 20:137.
Inzuchi SE. 2002. Oral Antihyperglycemic Therapy for Type 2 Diabetes.
Peters AL dan Davidson MB. 1993. Protein and Fat Effects on Glucose Response and Insulin Requirements.
Price Sylviana dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Rosenstock JB et al. 2005. Reduced Hypoglicemia Risk with Insulin Glargine, Diabetes Care 28:950.
Uripi Vera. 2011. Bahan Ajar Dietetik Penyakit Degeneratif. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.