Prevalensi Anemia Gizi Besi
Anemia
gizi besi akibat kekurangan zat besi merupakan masalah gizi dengan prevalensi
terbesar di dunia. Menurut Soekirman (2000) saat ini diperkirakan kurang lebih
2,1 milyar orang di dunia menderita anemia guzu besi termasuk pada tingkat
berat. Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50%
kasus anemia yang tersebar di seluruh dunia secara langsung disebabkan oleh
kurangnya masukkan (intake) zat besi (INACG 2004).
Anemia
gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat (Public Health Problem). Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (2001) prevalensi anemia pada Balita (0-5 th) sekitar 47%, Anak
usia sekolah/remaja sekitar 26,5% dan wanita usia subur 40%. Hasil survey
kesehatan yang lain dapat dilihat bahwa prevalensi anemia pada remaja putri
umur 10-14 th adalah 57,11%, dan pada wanita umur 15-44 tahun adalah 40,2%. Penyebab utama anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya
asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi dapat menyebabkan penurunan kemampuan
fisik, produktivitas kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga
dapat menyebabkan penurunan antibodi sehingga mudah sakit karena terserang
infeksi (Dyah 2007).
Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi
penerus merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Jumlah remaja putri
pada umumnya relatif lebih banyak dari jumlah remaja putra dan remaja putri
juga lebih rawan untuk kekurangan gizi dibandingkan dengan remaja putra. Data
dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja putri di
Indonesia menderita anemia. Remaja putri secara normal akan mengalami
kehilangan darah melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi
akan dikeluarga sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin.
Oleh karena itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak
dibandingkan pria. Di lain pihak
remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka ingin
langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup tinggi
pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena masa
remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih
tinggi (Dep.Kes. 1998).
Banyak faktor yang ikut mempengaruhi kejadian anemia,
antara lain pengetahuan tentang gizi khususnya anemia, tingkat pendidikan orang
tua, tingkat ekonomi, konsumsi zat gizi (protein, Fe, Vit C, Vit A, Cu dll ),
infeksi, kebiasaan, dan lain-lain (Dyah 2007).
Dampak Akibat Konsumsi Teh Setelah Makan
Menurut Grein (2001) Kebiasaan konsumsi teh sesaat setelah makan beresiko
tinggi menyebabkan anemia gizi besi. Hal itu disebabkan karena kadungan tanin
pada teh dapat mengikat zat besi dari makanan yang dikonsumsi sehingga
penyerapan zat besi kurang maksimal. Keadaan anemia itu sendiri dapat menyebabkan
pengurangan transport oksigen oleh darah yang diikuti dengan peningkatan
pengembalian darah ke jantung lebih lanjut dan meningkatkan curah jantung jauh
lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, keadaan anemia dapat meningkatkan denyut
nadi berkaitan dengan proses penyampaian oksigen ke seluruh tubuh dimana tubuh
berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen. Anemia gizi besi juga
mengakibatkan beberapa dampak negatif lain, seperti: berkurangnya kekebalan
tubuh, menurunnya daya konsentrasi, menurunnya daya ingat,
menurunnya performa belajar, mudah marah, berkurangnya nafsu makan,
dan menurunnya kebugaran tubuh.
Pentingnya
Penanggulangan Masalah Melalui Pendidikan Gizi
Pendidikan gizi mengenai perubahan kebiasaan pola konsumsi teh setelah makan sangat penting
dilakukan kepada semua kalangan, namun yang diutamakan adalah remaja putri yang
sedang mengalami pertumbuhan. Hal ini dilakukan agar remaja putri terbebas dari
penyakit anemia akibat kekurangan Fe yang disebabkan kandungan tanin dalam teh.
Kekurangan Fe dapat di perparah ketika remaja putri sedang mengalami menstruasi
dan tetap mengkonsumsi teh setelah makan. Oleh sebab itu sangatlah penting
pendidikan gizi ini dilakukan agar terhindar dari anemia gizi besi sejak dini.
DAFTAR
PUSTAKA
[INACG] International Nutritional Anemia Consultative Group. 2004.
Iron deficiency in early life: challenges and progress. Report of the 2004 INCG
international nutritional anemia consultative group symposium,Lima,Peru.
Departemen Kesehatan RI.
1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putrid an Wanita Usia
Subur. Jakarta: Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan RI. 2005. Gizi dalam Angka sampai dengan Tahun
2003. Jakarta:
Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Dyah. 2007. Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Status Anemia Gizi Besi Pada Siswi Smu Di Wilayah Dki
Jakarta. http://www.wnpg.org/[27
Februari 2011]
Grein J. 2001. The Cognitive
Effects of Iron Deficiency. Journal Nutrition Noteworthy.
Marzuki M. 2006. Analisis Hubungan Sosial Ekonomi dengan
Tingkat Kecukupan Protein Mahasiswa di Asrama TPB IPB 2005-2006.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan
Masyarakat. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar