Senin, 19 Desember 2011

Anemia Gizi Besi

Prevalensi Anemia Gizi Besi
Anemia gizi besi akibat kekurangan zat besi merupakan masalah gizi dengan prevalensi terbesar di dunia. Menurut Soekirman (2000) saat ini diperkirakan kurang lebih 2,1 milyar orang di dunia menderita anemia guzu besi termasuk pada tingkat berat. Meskipun anemia disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50% kasus anemia yang tersebar di seluruh dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukkan (intake) zat besi (INACG 2004).
Anemia gizi merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (2001) prevalensi anemia pada Balita (0-5 th) sekitar 47%, Anak usia sekolah/remaja sekitar 26,5% dan wanita usia subur 40%. Hasil survey kesehatan yang lain dapat dilihat bahwa prevalensi anemia pada remaja putri umur 10-14 th adalah 57,11%, dan pada wanita umur 15-44 tahun adalah 40,2%. Penyebab utama anemia gizi di Indonesia adalah rendahnya asupan zat besi (Fe). Anemia gizi besi dapat menyebabkan penurunan kemampuan fisik, produktivitas kerja, dan kemampuan berpikir. Selain itu anemia gizi juga dapat menyebabkan penurunan antibodi sehingga mudah sakit karena terserang infeksi (Dyah 2007).
Dari aspek kesehatan dan gizi, remaja sebagai generasi penerus merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian. Jumlah remaja putri pada umumnya relatif lebih banyak dari jumlah remaja putra dan remaja putri juga lebih rawan untuk kekurangan gizi dibandingkan dengan remaja putra. Data dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh remaja putri di Indonesia menderita anemia. Remaja putri secara normal akan mengalami kehilangan darah melalui menstruasi setiap bulan. Bersamaan dengan menstruasi akan dikeluarga sejumlah zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin. Oleh karena itu kebutuhan zat besi untuk remaja wanita lebih banyak dibandingkan pria. Di lain pihak remaja putri cenderung untuk membatasi asupan makanan karena mereka ingin langsing. Hal ini merupakan salah satu penyebab prevalensi anemia cukup tinggi pada remaja wanita. Keadaan seperti ini sebaiknya tidak terjadi, karena masa remaja merupakan masa pertumbuhan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih tinggi (Dep.Kes. 1998).
Banyak faktor yang ikut mempengaruhi kejadian anemia, antara lain pengetahuan tentang gizi khususnya anemia, tingkat pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, konsumsi zat gizi (protein, Fe, Vit C, Vit A, Cu dll ), infeksi, kebiasaan, dan lain-lain (Dyah 2007).

 Dampak Akibat Konsumsi Teh Setelah Makan

Menurut Grein (2001) Kebiasaan konsumsi teh sesaat setelah makan beresiko tinggi menyebabkan anemia gizi besi. Hal itu disebabkan karena kadungan tanin pada teh dapat mengikat zat besi dari makanan yang dikonsumsi sehingga penyerapan zat besi kurang maksimal. Keadaan anemia itu sendiri dapat menyebabkan pengurangan transport oksigen oleh darah yang diikuti dengan peningkatan pengembalian darah ke jantung lebih lanjut dan meningkatkan curah jantung jauh lebih tinggi lagi. Oleh karena itu, keadaan anemia dapat meningkatkan denyut nadi berkaitan dengan proses penyampaian oksigen ke seluruh tubuh dimana tubuh berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen. Anemia gizi besi juga mengakibatkan beberapa dampak negatif lain, seperti: berkurangnya kekebalan tubuh,  menurunnya daya konsentrasi, menurunnya  daya ingat, menurunnya performa belajar,  mudah marah, berkurangnya  nafsu makan, dan menurunnya kebugaran tubuh.
Pentingnya Penanggulangan Masalah Melalui Pendidikan Gizi

Pendidikan gizi mengenai perubahan kebiasaan pola  konsumsi teh setelah makan sangat penting dilakukan kepada semua kalangan, namun yang diutamakan adalah remaja putri yang sedang mengalami pertumbuhan. Hal ini dilakukan agar remaja putri terbebas dari penyakit anemia akibat kekurangan Fe yang disebabkan kandungan tanin dalam teh. Kekurangan Fe dapat di perparah ketika remaja putri sedang mengalami menstruasi dan tetap mengkonsumsi teh setelah makan. Oleh sebab itu sangatlah penting pendidikan gizi ini dilakukan agar terhindar dari anemia gizi besi sejak dini. 

DAFTAR PUSTAKA
[INACG] International Nutritional Anemia Consultative Group. 2004. Iron deficiency in early life: challenges and progress. Report of the 2004 INCG international nutritional anemia consultative group symposium,Lima,Peru.
Departemen Kesehatan RI. 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi untuk Remaja Putrid an Wanita Usia Subur. Jakarta: Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan RI. 2005. Gizi dalam Angka sampai dengan Tahun 2003. Jakarta: Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Dyah. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Anemia Gizi Besi Pada Siswi Smu Di Wilayah Dki Jakarta. http://www.wnpg.org/[27 Februari 2011]
Grein J. 2001. The Cognitive Effects of Iron Deficiency. Journal Nutrition Noteworthy.
Marzuki M. 2006. Analisis Hubungan Sosial Ekonomi dengan Tingkat Kecukupan Protein Mahasiswa di Asrama TPB IPB 2005-2006.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar